2 Sam 7: 8-16
(Perkataan Allah Kepada Daud
Melalui Nabi Natan)
NARASI[1]
Y HISTORIS
Kitab-kitab Samuel mengisahkan bagaimana Kerajaan
Israel berdiri dan apa makna teologisnya. Kitab-kitab ini dimulai ketika Isarel
masih dipimpin oleh hakim-hakim dengan sistim desentralisasi dan diakhiri
dengan keadaan kerajaan yang berdiri kokoh.[2]
Tanggal penyusunan kitab Samuel ini terarah antara 930 dan 723 sampai 722 SM.[3] Peristiwa-peristiwa
dalam kitab ini terjadi pada paruhan
yang akhir dari abad ke-11 dan bagian awal dari abad ke-10 SM, tetapi sulit
untuk memastikan kapan peristiwa-peristiwa itu dicatat. Tidak ada alasan-alasan
tertentu yang menyakinkan untuk menetapkan tanggal dari sumber-sumber yang
dipergunakan oleh penyusun pada saat yang kemudian dari peristiwa-peristiwa itu
sendiri. Jika kitab-kitab ini merupakan bagian dari suatu karya
“Deutronomis” yang lebih besar, maka penyusun
pasti mengerjakannya pada akhir periode kerajaan Israel terpecah.[4] Kitab
II Samuel seluruhnya meliputi masa pemerintahan Daud dengan konsolidasi dalam
pemerintahannya, dan detail tentang luar biasa Allah kepada Daud untuk
memberikan tambuk pemerintahan terus-menerus kepada keturunannya.[5]
Dalam kitab II Samuel ini lebih memperlihatkan corak sastranya secara mendetail.
Termasuk dialog-dialog kata per kata yang panjang, dan detail tentang
tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian dicatat secara cermat. Berdasarkan itu,
banyak sarjana berpendapat kitab-kitab Samuel ditulis oleh orang yang terlibat
dalam kejadian-kejadian itu sendiri (atau seorang saksi mata); banyak pendapat telah diajukan mengenai siapa
penulis kedua kitab ini termasuk Natan, Serayah, Ahimaas atau Abiatiar.[6]
Seperti yang dikatakan diatas bahwa Kitab Samuel merupakan bagian dari suatu karya
“Deutronomis” yang lebih besar, maka
penyusun pasti mengerjakannya pada akhir periode kerajaan Israel terpecah
tepatnya pada masa reformasi Yosia. Jadi dapat disimpulkan bahwa penulis kitab
ini ingin mengingatkan kembali kepada masyarakat Yehuda akan janji-janji Allah
kepada bangsa tersebut dan dalam pasal ini si penulis ingin mengingatkan
kembali kepada masyarakat Yehuda yang baru pulang dari pembuangan akan janji
Allah kepada Raja Daud, dimana dalam janji tersebut Allah berkata bahwa
Kerajaan Daud akan dikokohkan untuk selama-lamanya serta janji Tuhan akan
adanya Juru Selamat.
Karakter
tokoh dalam 2 Samuel 7: 8-16 =
-
Natan : ia adalah orang pilihan Allah
yang diangkat menjadi nabinya, dimana ia bekerja melalui
penglihatan-penglihatan yang disampaikan oleh Allah kepada bangsa Israel. Ia
juga memiliki karisma yang sangat luar
biasa, sehingga seorang raja besar seperti Daud dapat menerima intervensi dari
Natan dikarenakan perbuatan Daud yang
telah menyimpang dari jalan Allah.
-
Allah : penguasa dari semua isi bumi
ini, yang perkasa dan bijaksana ia adalah guru yang baik dimana Allah sendiri
mengajarkan tentang kasih dan keselamatan kepada kita umat manusia.
-
Daud: dalam ayat ini Daud berperan
sebagi tokoh orang ketiga dimana ia akan menerima berkat dari Allah oleh karena
kessetiaannya kepada Allah.
Y JALAN PIKIRAN
Bermula dari rencana Daud untuk membangun bait suci
kepada Allah, sehingga Daud pun meyampaikan perihal rencana tersebut kepada
Nabi Natan. pada awalnya Nabi Natan mengemukakan pendapatnya yang mendukung
pembangunan Bait Suci, tetapi kemudian, setelah menerima pernyataan dari Allah,
dia melarang pembangunan itu (larangan tersebut dicari dalam pribadi Daud
sendiri. Pengarang kitab Tawarikh menjelaskan [1 Taw 22:8] bahwa Daud tidak
diperkenankan membangun Bait Suci karena dia telah banyak menumpahkan banyak darah)
disamping itu Yahweh sendiri memberikan alasan bahwa Ia tidak pernah tinggal
dalam satu bait (rumah), tetapi sejak dulu dalam sebuah kemah (ay. 6).[7]
Disamping berita negatif dari Allah, yaitu larangan
membangun Bait Suci, terdapat juga berita lain yang bersifat positif, yaitu ‘Janji Yahweh’ bahwa Dia akan membangun rumah atau keluarga yang kekal bagi Daud dan juga
keturunan dari Daud sendiri akan menjadi kekal. Penyampaian berita ini
merupakan peristiwa yang bersejarah karena menjadi titik tolak tradisi Israel
yang mengaitkan antara harapan keselamatan dengan kedaulatan Daud (yaitu
harapan Mesianis).[8]
Cerita mengenai perjanjian Daud ini adalah sebuah cerita didalam cerita dimana
cerita ini adalah bagian dari sejarah kejayaan Daud.
Y PENEKANAN
Jika kita fokus kepada 2 Samuel 7: 8-16 ini kita
akan menemukan sebuah judul yang menarik yaitu “Janji Allah Kepada Daud Melalui Nabi Natan” dan apabila kita fokus
kepada ayat ini dan mengambil inti kalimat dari 2 Samuel 7: 8-16 maka kita akan
lebih jelas untuk menemukan inti dari judul “Janji Allah Kepada Daud Melalui Penglihatan Nabi Natan”.
-
Melalui penglihatan Nabi Natan; Allah
berkata kepadanya.
-
Katakanlah kepada hamba-Ku Daud.
-
Bahwa, Akulah yang memilih Daud untuk menjadi raja atas
umat-Ku Israel. Oleh karena itu Aku akan berjanji kepadanya:
-
Dimana berkat-Ku akan selalu menyertai dia
dan Aku telah membuat namanya seperti nama orang-orang besar yang ada di bumi.
-
Aku juga akan memberikan keturunan
kepadanya: dan apabila umurnya sudah genap aku akan mengangkat keturunannya
untuk melanjutkan kerajaannya dan Aku akan mengokohkan kerajaannya untuk
selama-lamanya. Keturunannyalah akan aku
izinkan untuk membangun rumah atas Aku seperti yang dia rencanakan sebelumnya.
-
Aku akan menjadi Bapa atas anaknya dan
anaknya akan menjadi anak-Ku.
-
Kasih setia-Ku tidak akan hilang kepada
anaknya
-
Dan seluruh kerajaannya dan tahtanya
akan kokoh untuk selama-lamanya dihadapan-Ku.
Y ISI
Perjanjian Daud. Sesudah Allah memberi Daud
perhentian terhadap musuh-musuhnya, Dia memberikan rangkaian janji kepadanya.
Ada sarjana menganggapnya sebagai “sorotan teologis Kitab Samuel…jika tidak
boleh dikatakan sebagai sorotan teologis Kitab Samuel…jika tidak boleh
dikatakan sebagai sorotan teologis Sejarah Deutronomis secara keseluruhan,”
mengingat isi dan arti pentingnya dalam teks-teks selanjutnya. Itu terdapat
dalam 2 Samuel 7. Walter Kaiser mencatat ada empat hal dalam “Perjanjian Daud”
ini:
1. Satu
pondok bagi Daud
2. Satu
keturunan bagi Daud
3. Satu
kerajaan bagi Daud
4. Anak
Allah melalui keturunan Daud juga.
perjanjian
ini tidak bersyarat, merupakan jenis perjanjian “diberikan cuma-cuma,” dimana
Yang Maha Tinggi menganugerahkan berkat kepada yang dibawah. Lebih jauh, ia
merupakan satu perjanjian “kekal”. Dalam 2 Samuel 7: 14 “7:14 Aku akan menjadi
Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku.
Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan
yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia.” yang
di katakan tidak lain bahwa keturunan Daud bisa saja secara perorangan
meninggalkan Tuhan, dan Allah tentu saja bisa menghukum mereka. Bahkan ada mereka
yang menutup sama sekali berkat-berkat dari perjanjian itu. Bagaimanapun juga,
Allah tidak mengatakan bahwa janji-janji kepada Daud menjadi batal karenanya.[9]
Dalam beberapa hal, perjanjian Daud
berada pada jalur langsung atau jalur perjanjian Abraham—perjanjian lain yang
juga tidak bersyarat di mana Allah berjanji memberikan Adam keturunan yang
banyaknya seperti bintang dilangit dan pasir di laut dan memberkati semua
bangsa di bumi melalui benihnya. Melalui garis keturunan Abraham—dan khususnya
yang merentang dari Yehuda sampai Daud—maka berkat itu diwujudkan. Dengan hal
tersebut dapat kita katakan bahwa Daud adalah orang yang dipilih dan yang
diurapi oleh Allah sendiri oleh karena kesetiaannya kepada Allah. Jadi,
perjanjian Daud menjadi dasar bagi banyak pemikir teologis dalam Alkitab. Oleh
karena komitmen dari Allah sendiri kepada Daud dan kepada perjanjian ini, maka
Allah tidak mencabut sepenuhnya kerajaan dari anak Daud yaitu Salomo (1 Raj 11:
34-36).[10]
Y SCOPUS
TEOLOGI PERJANJIAN, TEOLOGI
PENGHARAPAN, TEOLOGI KESELAMATAN:
Dimana pada pasal 7 ini memberitakan perjanjian Daud
dengan Allah. Selain mempunyai akibat atas semua bagian Alkitab berikutnya,
perjanjian ini juga bersifat menentukan bagi sejarah umat manusia, terutama
bagi masa-masa yang pada waktu itu masih merupakan masa depan. Perjanjian ini
adalah salah satu bagian Alkitab yang terbesar artinya, dan merupakan kunci
utama bagi pemahaman rencana Allah yang terlindung dalam sejarah. Semenjak
perjanjian ini diumumkan, bangsa Yahudi senantiasa menaruh kepercayaan, bahwa
Almasih harus datang dari keturunan Daud. Pada ketika Tuhan Yesus datang kedunia,
dan sekarang ini pun juga, bangsa itu masih menaruh kepercayaan demikian. Hal
Almasih akan datang dari keturunan Daud ini,
kemudian diteguhkan oleh semua nabi, misalnya sebagaimana tercantum
dalam Yes 11:1; Yer 23:5; Yeh 37: 25. Sesuai dengan nubuat itu, Gabriel
memberitakan kelahiran Yesus Kristus kepada Maria, ia akan menjadi besar dan
akan disebut Anak Allah Yang Maha Tinggi dan Tuhan Allah akan mengaruniakan
kepada-Nya takhta Daud, bapak leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum
keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan
(Luk 1: 32-33).[11]
Dari situ kita dapat mengambil suatu jalan pikiran
dimana dari perjanjian tersebut akan muncul pengharapan dan oleh karena kasih
itu Allah akan menggenapi janjinya kepada Daud dimana melalui keturunannya akan
lahir raja diatas segala raja yaitu Yesus Kristus yang akan menyelamatkan
manusia dari setiap dosa.
Y RELEVANSI
Banyak perikop eskatologis dalam kitab-kitab para
nabi menyebut tentang Daud dan janji-janji kepadanya. Dan tentu, Yesus
yang lahir dari keturunan Daud memiliki
makna penting bagi pemahaman kita tentang siapakah Dia sebenarnya. Perhatikan
bahwa silsilah yang ditulis Matius dimulai dengan: “Inilah silsilah Yesus
Kristus, anak Daud, anak Abraham” (1:1). Dari awal Yesus ditempatkan pada
perspektif Dia yang sebenarnya sebagai
penggenapan janji-janji luar biasa tentang berkat-berkat bagi dunia yang
diberikan kepada-Nya, serta melalui Abraham dan Daud.[12] Perhatikanlah
apa yang dijanjikan Tuhan mengenai anak Daud, ‘Dialah yang akan mendirikan
rumah bagi nama-Ku’. Karena Daud adalah pahlawan perang, maka ia tidak dapat
menjadi lambang Kristus berkenaan dengan perdamaian seperti Melkisedek yang
menjadi Raja Salem; kehormatan ini disediakan bagi Salomo. Sebagai Daud, Ia
akan mengalahkan segala musuh dan mendirikan kerajaannya dengan sentosa kekal
selama-lamanya.[13]
Berdasarkan arti terakhir mengenai Kristus ini, maka perjanjian Daud bersifat perjanjian yang tidak bersyarat. Jadi
penggenapan oleh Allah tidak tergantung pada kesetiaan manusia memenuhi
syarat-syarat tertentu. Dalam perjanjian itu memang diadakan
ketentuan-ketentuan untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi,
apabila anak-anak Daud yang memerintah melakukan dosa atau menemui kegagalan. (7:14)
Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan
kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan
dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. Tapi ini bukanlah suatu syarat
yang menentukan penggenapan perjanjian itu, karena ayat-ayat berikutnya segera
mengatakan ‘Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang
Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu’.
Kalimat ini dimasukan ke dalam perjanjian untuk
Salomo dan kesalahan yang diperbuatnya beserta dengan semua raja berikutnya,
sebelum kedatangan Raja yang besar dan sempurna itu (Yesus).[14]
Yesus sendiri pun telah menggenapi akan janji Allah tersebut dimana Yesus itu
sendirilah bait Allah yang sesungguhnya dimana ia akan menjadi Bait Allah dan
pemimpin dari Gereja yang ada dibumi yang akan menyelamatkan umat manusia dari
dosa.
Y REFLEKSI
Teologi Perjanjian, Teologi Pengharapan dan Teologi
Keselamatan saling memiliki hubungan, dimana dalam teologi perjanjian dalam
pasal ini dikatakan bahwa Allah berfirman kepada Daud melalui Nabi Natan,
dimana Allah sendiri berjanji kepada Daud untuk menjauhkan semua musuhnya, dan
mengkokohkan kerajaannya sampai selama-lamanya, sedangkan dalam teologi
pengharapan dalam pasal ini memiliki hubungan dengan teologi perjanjian dimana
Allah sendiri memberikan harapan kepada Daud bahwa dari keturunannyalah yang
akan melanjutkan pembangunan Bait Suci Allah tersebut, dan dalam janji
pengharapan tersebut muncul sebuah pengharapan akan munculnya Mesias dari
keturunan Daud. Teologi keselamatan
adalah gabungan antara teologi perjanjian dan teologi pengharapan dimana dalam
teologi keselamatan ini kedua teologi tersebut dilebur menjadi satu, dalam teologi
keselamatan ini Allah melakukan rancangannya dalam keturunan Daud yang akan
mengenapi dari janji dan pengharapan tersebut, yaitu Yesus Kristus itu sendiri.
Yesus Kristus menggenapi perjanjian Allah dengan Daud, Yesus telah mengalahkan
dosa yang telah menjadi musuh besar bagi manusia dan mengkokohkan kerajaan
Allah dibumi melalui firman Allah, dalam pengharapan ia telah lahir untuk
membangun bait suci kepada Allah dimana bahwa tubuh dari Yesus sendirilah
adalah Bait Suci Allah tersebut, sedangkan dalam keselamatan ia telah rela mati
di kayu salib untuk menebus dosa manusia dan menyelamatkan manusia dari dosa,
dan menyelamatkan manusia kepada terang Allah yang ajaib. Yesus telah menjadi
raja, Yesus telah menjadi Bait Suci bagi Allah dan Yesus telah menyelamatkan
manusia dari dosa, sungguh rancangan yang sangat indah. Perjanjian Allah kepada
Daud adalah sebuah karya keselamatan Allah bagi kita manusia, walaupun kita
telah berbuat dosa perjanjian tersebut tidak akan pernah terbatalkan karena
Allah sangat menyayangi manusia. Akan tetapi muncul sebuah pertanyaan, dimana
tugas dari manusia itu sendiri mengenai perjanjian itu? “sudah seharusnya kita
sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah menjaga perjanjian itu dengan sungguh-sungguh
dan menghormati perjanjian tersebut dengan cara melakukan segala yang baik
kepada Allah…” dan sudah seharusnya kita sebagai orang yang beriman kepada
Yesus Kristus melanjutkan karya keselamatan Yesus Kristus itu kepada mereka
yang masih belum percaya akan janji dan karya keselamatan itu.
[1]
Alasan saya mengapa memakai penafsiran naratif dikarenakan oleh isi dari 2
Samuel 7: 8-16 ini mengisahkan suatu percakapan antara Allah dengan Nabi Natan,
dalam percakapan tersebut Allah mengirim pesan kepada Nabi Natan yang mana
pesan tersebut ditujukan kepada Raja Daud, oleh karena itu saya ingin berusaha
mengangkat pesan tersebut dengan cara bercerita kepada Raja Daud, dalam
penafsiran ini saya menganggap diri saya sebagai Nabi Natan yang akan
menyampaikan pesan tersebut dengan cara bercerita agar tujuan dari pesan
tersebut dapat dipahami secara jelas.
[2] David M. Howard. Jr, Kitab-kitab Sejarah Dalam Perjanjian Lama,
Gandum Mas, Jawa Timur 2002: hlm. 173
[3] Mis.
Harrison, Introduction,hlm. 709; Archer, Survey, hlm. 283-284
[4] E. Hill, John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, Gandum Mas,
Jawa Timur 2000: hlm. 299
[5]
Kitab-kitab Sejarah Dalam
Perjanjian Lama, Op. Cit., hlm. 174
[6] Tentang pendapat –pendapat ini
lihat Harrison, Introduction to the Old
Testament, hlm. 699-700
[7]
T. H. C. Vriezen, Agama Israel Kuno, BPK-Gunung Mulia,
Jakarta 2009: hlm. 81
[8]
Agama Israel Kuno, Op. Cit., hlm. 86-87
[9] Kitab-kitab Sejarah Dalam
Perjanjian Lama, Op. Cit., hlm. 197-198
[10] Kitab-kitab Sejarah Dalam
Perjanjian Lama, Ibid., hlm. 198
[11] J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 1, Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF, Jakarta 2004: hlm. 325
[12] Kitab-kitab Sejarah Dalam
Perjanjian Lama, Ibid., hlm. 198
[13] Menggali Isi Alkitab 1, Op. Cit., hlm. 329
[14] Menggali Isi Alkitab 1, Op. Cit., hlm. 328
No comments:
Post a Comment